Sabtu, 11 Februari 2012

Investor dadakan alias investor terpaksa

Udah lama nggak posting tentang investasi jadi akhirnya buka-buka buku dan menggali memori untuk bahan postingan...hehe...Bagi orang yang tidak bergelut dan berkutat dengan hal-hal yang berbau investasi, pasar saham, pasar modal, pasar uang dsb sepertinya nggak ngerasain kalo bulan september 2011 kemarin ternyata terjadi huru hara, gonjang-ganjing, badai , tsunami atau apalah namanya yang terjadi di "dunia lain" tadi . Kalo teman-teman yang berada di luar "dunia lain" tadi rasanya dunia berjalan seperti biasanya. Mobil atau motor tambah banyak yang menandakan makin meningkatnya jumlah orang kaya dan juga karena makin gampangnya persyaratan kredit kendaraan bermotor, punya duit Rp500 ribu aja udah bisa bawa pulang motor baru...lumayan bisa buat pulang mudik ntar kalo udah balik gak usah dilunatsi kreditnya biar ditarik oleh dealernya..hehehe...Macet dimana-mana karena orang lebih suka bawa mobil/motor pribadi daripada berjejal-jejal kayak pindang asap di kendaraan umuttttthggm. Tempat rekreasi kalo liburan pada diserbu pengunjung, bioskop juga penuh kalo filmnya ada yang bagus...(tap film hantu, kuntilanak, pocong banyak ditonton juga sih...karena orang Indonesia masih suka ditakut-takuti...hehehe..), mall dan supermarket juga banyak yang belanja atau sekedar cuci mata daripada bengong di rumah. Pokoknya serasa dunia berputar seperti biasanya tidak berubah.

Namun bagi orang-orang yang tinggal dan beraktifitas di "dunia lain" sangat merasakan dampak yang luar biasa dari huru hara yang puncaknya  terjadi pada bulan September 2011 kemarin. Indeks harga saham gabungan atau IHSG anjlok ke titik terendah sepanjang tahun 2011 kemarin dengan penurunan mencapai minus 10,40% dari posisi awal tahun ini. Banyak orang yang kemarin menderita kerugian karena penurunan harga saham yang dimilikinya. Terjadi kepanikan yang luar biasa melihat IHSG yang semakin turun....turun dan semakin tenggelam sehingga orang berbondong-bondong menjual sahamnya untuk mengamankan portofolionya daripada duit modalnya bertambah habis atau malah bangkrut sama sekali. Kepanikan itulah atau istilah kerennya  panic selling yang membuat indeks justru semakin terpuruk.  

Namun tidak semua penghuni "dunia lain" tadi menjual sahamnya, masih ada penghuni yang tetap menjaga dan menahan sahamnya karena mereka berpikir bahwa tidak ada alasan atau belum ada alasan yang kuat untuk menjual sahamnya.  Mereka mengoleksi saham-saham perusahaan yang mempunyai fundamental yang kuat. Mereka inilah yang disebut "investor" yang memegang saham dalam time horizon yang panjang, bisa bulanan bahkan tahunan, sehingga tidak akan terpengaruh akan fluktuasi harga yang saat ini terjadi.  Itulah salah satu keuntungan menjadi investor. Dan saat-saat terjadi panic selling itu justru dimanfaatkan untuk mengambil posisi atau menambah portofolio sahamnya.

Sedangkan buat trader yang disiplin dengan trading plan-nya maka begitu harga saham sudah menembus batas toleransi loss yang telah ditetapkan akan segera melepas/menjual sahamnya. Namun ternyata banyak trader yang tidak disiplin dengan trading plan yang sudah dibuat... disaat harga sudah menembus  batasan stop lossnya, mereka tidak segera cut loss tapi masih mengharap harga tidak turun lagi dan segera mantul kembali keatas, namun ternyata harapan tinggal harapan karena penurunan semakin dalam dan kerugian semakin besar...jadilah mereka sebagai "investor dadakan" yaitu jadi investor karena terpaksa...hehehe....Biasanya setelah jadi investor dadakan mereka baru tanya sana tanya sini bagaimana fundamental perusahaan yang udah terlanjur mereka keep karena harganya turun tadi, bagus nggak bisnisnya? bagaimana prospek usahanya? bagaimana laporan keuangannya? bagaimana rasio-rasio keuangannya? bagaimana manajemennya? de es be...Pertanyaan2 yang seharusnya ditemukan jawabannya sebelum memilih saham, terpaksa deh..pertanyaan tadi baru keluar setelah sahamnya terlanjur dipegang...mau di-cut loss udah kegedean ruginya, mau  di pegang lama gak tahu barang apa yang dipegang, barang busuk atau intan permata?....kan repot kalo seperti itu..


Seorang investor pada saat akan mengambil posisi beli suatu saham mutlak mendasarkan pilihannya pada aspek fundamental suatu emiten dan masuk menggunakan analisa teknikal. Penilaian terhadap fundamental suatu perusahaan yang listing di bursa bisa dilihat dengan menggunakan analisa fundamental yang bersumber dari angka-angka di laporan keuangan emiten. Kalo anda menggunakan fasilitas On Line Trading (OLT) yaitu fasilitas yang memungkinkan anda bebas bertransaksi sendiri via internet seperti IPOT milik Indopremier Securities, HOTS milik eTrading Securities,  HERO milik Kiwoom Securities dll, maka biasanya rasio-rasio untuk keperluan menilai fundamental sudah tersedia. Anda tinggal meng-klik menu yang ada maka OLT tadi akan memunculkan data-data yang anda perlukan, anda tidak perlu repot-repot menghitungnya....Tapi jika broker anda belum mempunyai fasilitas ini, anda bisa juga mengakses situs gratis seperti http://www.ft.com/.  Atau kalo anda mau sedikit repot anda bisa menghitung sendiri dengan menggunakan data yang ada di laporan keuangan emiten.

Apa sajakah yang minimal harus kita analisa  dengan menggunakan analisa fundamental ini?...mari kita bedah satu persatu.

1.  Net Profit Margin (NPM)

Rasio ini menunjukkan tingkat keuntungan bersih yang dapat diperoleh dari setiap rupiah penjualan. NPM dirumuskan dengan membagi laba bersih (net profit) dengan total penjualan atau :

                      Net Profit
           NPM = --------------
                     Total Sales

Semakin besar rasio ini maka akan semakin baik karena menunjukkan perusahaan tersebut efisien. NPM menggunakan laba bersih dalam perhitungannya. Dalam laba bersih di dalamnya termasuk juga pendapatan lain-lain yang bukan berasal dari kegiatan utama perusahaan atau laba luar biasa yang sifatnya eksidentil seperti pendapatan dari penjualan aset, penjualan penyertaan anak perusahaan dsb.

2. Operating Profit Margin (OPM)

Rasio ini hampir sama dengan NPM tetapi perhitungan labanya menggunakan laba usaha (operating profit) sehingga yang diperhitungkan adalah laba yang memang berasal dari kegiatan utama (core business) perusahaan. Justru disinilah kekuatannya karena yang diperhitungkan adalah yang benar-benar berasal dari core business emiten tsb. OPM dirumuskan dengan :

                     Operating Profit
          OPM = --------------------
                        Total Sales

3. Price Earning Ratio (PER)

PER menunjukkan apakah suatu saham dinilai murah atau mahal yaitu dengan membandingkan PER industri sejenis. Harga suatu saham yang murah belum tentu murah secara valuasi jika kita menggunakan PER sebagai acuan, demikian juga sebaliknya harga saham yang mahal justru secara valuasi bisa dianggap lebih murah. Semakin kecil suatu PER maka saham tersebut semakin bagus. PER dihitung dengan rumus :

                                       Harga Saham
           PER = ---------------------------
                    Earning Per Share (EPS)

dimana EPS atau laba per lembar saham adalah Net Profit dibagi jumlah saham beredar.

4. Debt to Equity Ratio (DER)

DER digunakan untuk mengukur seberapa banyak aset yang dibiayai dengan menggunakan hutang dan dirumuskan sbb :

                       Total Debt
            DER = --------------
                         Equity

Semakin rendah DER (dibawah 2%) maka akan semakin bagus karena menunjukkan manajemen bersifat konservatif dalam mengelola keuangannya. DER yang tinggi akan membebani perusahaan dalam jangka panjang. Contoh kasus terbaru berkaitan dengan DER adalah kasus PT Berlian Laju Tangker,Tbk (BLTA). Pada tahun 2010, BLTA memperoleh komitmen pinjaman sebesar US$ 685 juta dari enam bank internasional, rasio utang atas modal PT Berlian Laju Tanker Tbk (BLTA) naik menjadi 247% dibanding posisi sebelum memperoleh komitmen sebesar 236%...suatu hutang yang maha dahsyat dan luar biasa besar yang harus ditanggung perusahaan. Dan akhirnya masalah hutanglah yang akhirnya membuat manajemen BLTA meminta ke Bapepam agar perdagangan sahamnya untuk dihentikan sementara (suspend) menunggu penyelesaian hutangnya dengan para kreditor...dan kecewa beratlah investor yang sudah terlanjur memegang sahamnya karena tidak dapat memperdagangkan kembali sahamnya.  Kalo investor yang jeli tentu sudah melihat alarm bahaya dan akan menghindari saham BLTA karena DER yang sangat tinggi tersebut.

5. Pertumbuhan aset, penjualan, laba usaha dan laba bersih

Kita tentunya menginginkan emiten yang akan kita beli sahamnya terus mengalami pertumbuhan yang signifikan. Pertumbuhan penjualan, laba usaha dan laba bersih yang terus meningkat menunjukkan bahwa perusahaan sedang berkembang. Penilaian dilakukan dengan membandingkan keempat point tersebut dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Misalnya penjualan semester I Tahun 2011 dibandingkan dengan periode yang sama Tahun 2010. Jangan membandingkan penjualan dalam periode tertentu dengan periode sebelumnya dalam tahun yang sama, misalnya membandingkan penjualan triwulan II dengan triwulan 1 tahun yang sama karena hasilnya akan bias atau tidak apple to apple. Mengapa..? karena effort atau sumber daya yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan pendapatan dalam periode tersebut tidak sama.

Masih banyak sebenarnya indikator untuk menilai fundamental suatu emiten baik dari sisi internal maupun faktor eksternal seperti kebijakan pemerintah, potensi pasar, perkembangan komoditas dunia dll. Namun dengan beberapa indikator seperti di jelaskan di atas sudah cukup sebagai bahan untuk menyortir emiten yang akan kita beli. Tinggal menentukan kapan saat entry yaitu dengan menggunakan analisa teknikal yang akan kita bahas di lain kesempatan...selamat berinvestasi