Sabtu, 13 Oktober 2012

Catatan Harian Trading : PT Alam Sutera Realty (ASRI)


Untuk memudahkan gambaran penggunaan analisa teknikal dalam proses penentuan posisi beli/hold/sell saya akan sharing analisa yang saya tulis sebagai catatan harian trading saya atau istilah kerennya Trading Plan..hehehe. Saya ambil posisi buy ASRI pada tanggal 20 September 2012, agak "sedikit" terlambat masuk memang karena itu berarti satu minggu setelah ASRI break out Moving Average (MA) 26 daily...lho koq bisa?...ya karena saya lagi ikut diklat jadi gak sempet liat chart..hehehe.  Biar lebih jelas bisa liat chart ASRI yang saya olah dari chartnexus dibawah ini .
 
 
 


Chart harian (daily) di atas dibagi dalam empat bagian yaitu :
1. Bagian paling atas menunjukkan posisi candlestick yang dilengkapi dengan garis Moving Average (MA)26, MA200 dan Parabolic SAR (PSAR),
2. Bagian kedua yang berbentuk grafik batang menunjukkan volume transaksi yang dilengkapi dengan garis MA14.
3. Bagian ketiga menunjukkan grafik MACD
4. Bagian keempat menunjukkan grafik RSI
 
Pemikiran saya pada saat akan masuk ke ASRI adalah seperti ini
 
keliatan bahwa ASRI sebelumnya mengalami tekanan jual yang sangat kuat dan masuk ke fase Downtrend yg bisa diliat dari posisi candlestick yang berada di bawah garis MA26. Selain itu titik-titik Parabolic SAR (PSAR) juga berada di atas candlestick yang artinya trend yang terjadi adalah downtrend. Kebalikannya kalo trendnya berbalik arah jadi uptrend maka PSAR  akan berada di bawah candlestick. Selama posisi downtrend tsb dianjurkan untuk tidak masuk karena kita tidak akan pernah tahu sampai dimana penurunannya akan berujung. Intinya jangan pernah melawan market....

Apakah kita sama sekali tidak bisa masuk selama posisi downtrend?...jawabannya adalah bisa, karena kalo kita memakai MACD sebagai acuan terlihat beberapa kali MACD golden cross namun terlihat juga beberapa kali death cross...so kita akan keluar masuk pasar dan itu bagi saya akan melelahkan karena kita harus memantau market terus menerus dan saya tidak punya waktu. Dan itu juga lebih berisiko karena fasenya masih downtrend.
 
Fase downtrend ASRI mulai ada tanda-tanda berakhir ketika candlestick memotong ke atas (break out) MA26 pada tanggal 11 September 2012, PSAR sudah beralih dan berada di bawah candlestick, MACD golden cross (MACD line warna biru memotong ke atas Signal line warna merah) dan posisinya sangat cakep yaitu berada di bawah zero line. Volume transaksi juga sangat besar yaitu diatas MA14. Selain itu grafik RSI juga masih berada di antara angka 30% - 70% yang artinya masih aman (belum masuk area jenuh beli di atas 70%). Namun candlestick ASRI tersebut masih berada di bawah MA200 yang artinya uptrend yang terbentuk masih dihadang oleh tembok MA200. Jika tembok MA200 ini bisa dijebol maka uptrend yang terbentuk dapat dikatakan sangat kuat.
 
Dengan pertimbangan tersebut saya masuk ASRI di harga Rp475 pada tanggal 20 September 2012 dengan kekuatan separo karena posisi candlestick yang masih dihadang MA200. Saya akan masuk lagi (average up) dengan sisa dana jika dan hanya jika MA200 ketembus dengan volume besar...hehehe..
 
Hadangan MA200 coba ditembus ASRI pada tanggal  27 September 2012 namun gagal dan harga kembali mental ke bawah. Penurunan tersebut tidak sampai menembus kebawah garis MA26 yang merupakan batas saya melakukan cut loss.  
 
ASRI akhirnya membentuk pola Head and Shoulders (HS) terbalik (Inverted HS) dan jika ditarik garis lurus maka akan diperoleh garis resisten baru di Rp510. Artinya jika level ini tertembus maka besar kemungkinan terjadi uptrend yg kuat. Tanggal 12 Oktober 2012 akhirnya ASRI closed di Rp530 dengan volume yang sangat besar.
 
Untuk menghitung target harga maka dicari terlebih dulu tinggi pola HS yang dihitung dari titik terendah Head sampai dengan garis resisten dan diperoleh tinggi pola sebesar 97,939 point (23,7%). Tingi pola ini kemudian di plot di titik breakout candlestick sehingga diperoleh target harga sebesar Rp610.   
 
So Trading Plan saya untuk hari Senin tanggal 15 Oktober 2012 adalah :
- Averaging Up di Rp510 - Rp520
- Take Profit : Rp 610.
- Cut Loss : if break MA26
 
Selamat Berinvestasi .......
 
 

Sabtu, 28 Juli 2012

Kasus penjualan GTBO jilid dua

Perkembangan masalah penjualan batubara PT Garda Tujuh Buana Tbk (GTBO) seperti yang udah saya bahas di tulisan saya sebelumnya (liat disini : kasus penjualan batubara GTBO) semakin menarik  untuk diikuti perkembangannya. Berita terbaru tentang GTBO adalah tentang pendirian anak perusahannya. GTBO telah mendirikan anak perusahaan di Uni Emirat Arab dengan nama GTB Internasional FZE dengan share sebesar 100%. Pendirian perusahaan ini bertujuan untuk menjual batu bara, bijih logam, dan bahan bakar pada perdagangan internasional dari Timur Tengah. Shael Oswal selaku Direktur Utama GTBO mengatakan, pendirian perusahaan tersebut terdaftar pada pendaftaran 10482 pada 26 Juni 2012 dengan nomor lisensi 9472.

Shael menjelaskan, untuk mendirikan perusahaan baru tersebut perseroan menyetor modal sebesar 25.000 dirham pada 30 Juni 2012. Kantor anak perusahaan terdaftar adalah di E-Lob Kantor No. E88F-14 Zona Bebas Hamriyah –Sharjah, Uni Emirat Arab. Saat ini perseroan telah menandatangani kontrak jual-beli di perdagangan batubara dengan satu agen internasional Timur Tengah sebanyak 10.000.000 MT berjangka waktu 3 tahun. (Cek link disini)

Dengan tambahan data adanya pendirian perusahaan GTBO tadi maka ada beberapa hal yang patut dicermati :

1. Pendirian anak perusahaan pada tanggal 26 Juni 2012 dan adanya penyetoran modal sebesar 25.000 dirham atau equivalen dengan Rp 64,511,698.50 (kecil banget yach...?) pada tanggal 30 Juni  tidak dilaporkan dalam laporan keuangan per 30 Juni 2012. Karena kepemilikannya 100% maka GTBO harus buat Laporan Keuangan Konsolidasian. Naah..ini yang gak ada di LKnya GTBO dengan kata lain GTBO tidak membuat LK Konsolidasian sehingga informasi adanya anak perusahaan tidak keliatan di LK per 30 Juni 2012. Informasi justru muncul dalam pers rilis bukan di LK.

2. Mr Shael bilang kalau kontrak jual beli batubara adalah dengan agen di Timur Tengah, tapi kalau melihat isi perjanjiannya ternyata si agen yg menambang sendiri dan GTBO tidak mengeluarkan biaya produksi sama sekali sehingga pendapatan senilai Rp711,15 milyar spt dicatat di LK per 30 Juni 2012  lebih tepat diperlakukan sebagai pendapatan sewa (liat tulisan saya sebelumnya).

Sewa dikasifikasikan menjadi dua yaitu
1. Sewa Pembiayaan (Finance Lease) adalah sewa yang mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu aset. Hak milik pada akhirnya dapat dialihkan, dapat juga tidak dialihkan
2. Sewa Operasi (Operating Lease) adalah sewa yang tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu aset

Jika mengacu kepada isi kontrak yang menyatakan bahwa kepemilikan dan tanggung jawab termasuk semua risiko kewajiban, kerugian, kerusakan atau kahancuran dan lainnya serta tanggung jawab yang muncul akibat dari kepemilikan tersebut  akan menjadi tanggung jawab pembeli  setelah penjual (GTBO) mengalokasikan daerah kepada pembeli, maka sewa yang terjadi dapat digolongkan sebagai sewa pembiayaan (Finance Lease) 

Syarat lain untuk Finance Lease adalah : 1) pada akhir masa sewa, kepemilikan aset dapat dialihkan kepada penyewa dan adanya hak opsi bagi penyewa (Lesee) untuk membeli aktiva yang disewakan. 2) umur sewa adalah mencakup sebagian besar umur ekonomis aktiva yang disewakan 3) pada awal sewa, nilai kini dari pembayaran sewa minimum mendekati nilai wajar dari aset yang disewakan 4) sewa untuk tahun kedua dapat diperpanjang dengan harga sewa yang lebih rendah dari periode ssebelumnya.

Naah...syarat-syarat tadi (No.1 sampai 4) untuk kasus GTBO yang tidak ada karena design awal kontrak adalah jual beli batubara biasa bukan kontrak sewa sehingga untuk dapat memenuhi syarat finance lease harus ada perubahan kontrak.

Kalau tidak dapat dimasukkan sebagai Financial Lease berarti masuk ke sewa biasa (operating lease) dong....!!

Untuk dimasukkan sebagai sewa biasa juga tidak bisa karena syarat operating lease adalah tidak adanya pengalihan kepemilikan sedangkan untuk penjualan GTBO ada pengalihan kepemilikan. Terus bagaimana dong...? hehehehe.......

Untuk menilai transaksi penjualan GTBO tadi kita harus kembali ke prinsip yang ada di akuntansi yaitu "Subtansi mengungguli bentuk" atau "Subtance over Form." Jadi yang diliat adalah subtansi dari transaksi penjualan tadi dan bukan dari bentuk atau legal formalnya. Subtansinya adalah Financial Lease karena ada pengalihan kepemilikan namun legal formalnya yang belum mendukung karena syarat seperti adanya opsi kepemilikan tidak diatur dalam kontrak.


3. Karena tidak adanya keterbukaan yang transparan dari manajemen GTBO dalam LK per 30 Juni 2012 terkait penjualan batubara ke Timur Tengah dan adanya pembentukan anak perusahaan di sana juga, maka kesimpangsiuran lah yang akan terjadi. Bisa saja ada pikiran di benak investor yang ngomong " wah...jangan2 anak perusahaan inilah yang membeli batubara senilai Rp711,15 milyar itu?" pikiran seperti itu sah-saha saja. Kalau yang beli batubara senilai Rp711,15 milyar kemarin ternyata adalah anak prsh ini maka pencatatan penjualannya lebih kacau daripada yg udah pernah saya bahas sebelumnya, karena kalau anak persahaan maka penjualan tadi hrs dieliminasi seluruhnya alias gak boleh diakui di laporan konsolidasian. Penjualan yg diakui hanya yg udah dijual oleh anak prsh utk kemudian digabung dg penjualan induk (GTBO) .Nah..lho....bakal drop deh pencataan penjualannya...hehehe

Inti dari semua itu adalah pentingnya keterbukaan dari emiten dalam memberikan informasi yang relevan dan lengkap pada saat mengurus perusahaannya, sehingga pembaca laporan (Investor, pemegang saham, kreditur dll) tidak salah mengambil keputusan.

Selamat Berinvestasi............


Minggu, 22 Juli 2012

Kasus Penjualan Batubara PT Garda Tujuh Buana Tbk

PT Garda Tujuh Buana Tbk atau lebih dikenal dengan GTBO merupakan salah satu emiten yang bergerak di sektor batubara yang sebelumnya hanya dianggap biasa-biasa saja namun mulai  mengalami kenaikan harga yang terus merangsek naik mulai tanggal 31 Oktober 2011 sampai sekarang. GTBO mulai IPO pada tanggal 9 Juli 2009  dengan harga perdana sebesar Rp115 dan sekarang harga saham GTBO sudah mencapai Rp5.650 atau naik 4.813%. Dan kalau melihat grafik harga hampir tidak ada fluktuasi harga yang ekstrim namun justru menanjak terus secara smooth walaupun dengan PER yang lebih tinggi daripada PER industri sejenis. Beberapa analis mengatakan bahwa harga GTBO saat ini sudah sangat mahal, namun ternyata GTBO tidak memperdulikan apa kata analis, teteup aja harganya terus mencapai new high.

Fenomena GTBO ini memang menarik untuk diikuti. Kinerja keuangan GTBO memang baru menanjak mulai tahun 2011, dari yang sebelumnya equity negatif (defisit) karena akumuliasi rugi sebesar Rp21,52 milyar pada akhir tahun 2010 menjadi positip Rp52,34 milyar pada akhir tahun 2011. Hal tersebut ditunjang dengan pendapatan yang meningkat pesat pada tahun 2011 yang mencapai Rp319,70 milyar dibandingkan tahun 2010 yang hanya mencapai Rp25,64 milyar atau naik 1.146%. Suatu pencapaian yang fantastis.

Laporan Keuangan GTBO semester I tahun 2012 sekilas menampakkan hasil yang semakin fantastis yaitu dengan mencatat penjualan sebesar Rp1.148,05 milyar atau naik sebesar Rp1.112 milyar (2.988%) year on year. Dengan kenaikan penjualan sebesar itu Harga Pokok Penjualan (HPP) yang dikeluarkan HANYA sebesar Rp198,07 milyar atau 17% dari nilai penjualannya. Bandingkan dengan HPP PTBA yang mencapai 50,11% dari nilai penjualan, KKGI (59,10%), ADRO (64,17%), BRAU (66,07%). Sedemikian efisienkah GTBO sehingga mampu menekan biaya-biaya produksinya ????.............

Dalam laporan keuangan GTBO semester I 2012 disebutkan Penjualan dibagi menjadi Penjualan Batubara Lokal sebesar nihil, Penjualan Batubara Ekspor sebesars Rp436,90 milyar dan Penjualan Batubara Lain2 sebesar Rp711,15 milyar.  Yang perlu dicermati adalah penjualan batu bara-lain2 senilai Rp711,5 milyar. Apakah penjualan tsb sudah memenuhi syarat untuk diakui sbg pendapatan?

Setelah mempelajari penjelasan dalam catatan atas laporan keuangan ternyata memang penjualan batu bara tadi agak "menyimpang" dari model penjualan pada umumnya. Kenapa?...... krn  si pembeli batubara yang merupakan orang timur tengah (sebut saja Wan Abud karena tidak dijelaskan oleh GTBO) ternyata dia menggali sendiri tambang milik GTBO, bukan beli persediaan batu bara yg udah digali atau diproses oleh GTBO. Peralatan, proses penggalian, tenaga kerja, pengangkutan ke kapal, reklamasi dan kegiatan terkait penambangan menjadi tanggung jawab Wan Abud. Ini menjawab pertanyaan kenapa harga penjualannya amat sangat murah hanya USD25 dan HPPnya tidak besar krn GTBO tidak menanggung biaya2 tadi. Menurut saya ini adalah cara cerdas yg dilakukan oleh direksi GTBO utk mencari metode penjualan yg lain drpd yg lain. Cuma memang disclose di-LKnya yg kurang jelas. Saya saja sampai baca berkali-kali utk memahaminya. Skrg bagaimana dg pengakuan penjualannya? apakah udah bisa diakui sbg penjualan sesuai PSAK?

Penjualan batubara ke wan abud tadi oleh GTBO dicatat sebagai Penjualan batubara-Lain2 bukan dimasukkan sebagai penjualan ekspor atau penjualan lokal karena memang metode penjualannya berbeda dg penjualan biasa. Menurut PSAK pendapatan dr penjualan barang diakui jika (1).perusahaan telah memindahkan resiko secara signifikan dan telah memindahkan manfaat kepemilikan barang kepada pembeli (2).Perusahaan tidak lagi mengelola atau melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual. Balik ke kasus GTBO, krn persediaan yg dijual ke Wan Abud masih dalam bentuk area pertambangan yg akan digali sendiri oleh Wan Abud maka pengalihan risiko dan kepemilikan persediaan beralih dari GTBO ke Wan Abud saat area pertambangannya di serahkan/ditetapkan. Ini beda dengan cara penjualan pd umumnya yaitu beralih saat barangnya dimuat di truk atau pengangkut (misal jika syarat penjualan Free on Bord/FOB), Model penyerahan cara GTBO tadi udah diatur di kontrak antar keduanya ditambah kesepakatan pengalihan risiko beralih setelah ada penerimaan uang oleh penjual. Alasan ini nampaknya yang menjadi alasan GTBO memasukkan penjualan ke Wan Abud sbg “Penjualan” krn dianggap sudah memenuhi syarat pendaptan. Namuun..jika dicermati lebih jauh metode penjualan tadi lebih tepat disamakan dengan GTBO menyewakan tambangnya utk dikelola oleh Wan Abud dengan bisya sewa yg diukur spt jual batubara yaitu senilai USD25 per metrik ton.

Kenapa penjualan GTBO tadi seharusnya diakui sebagai pendapatan sewa karena dia tidak memenuhi prinsip matching cost agains revenue artinya untuk memperoleh suatu pendaptan hrs bisa diukur biaya yg dikeluarkan utk memperoleh pendaptan tadi yaitu biaya2 yg dikeluarkan utk menghasilkan produk batubara tadi. Dalam kasus tadi GTBO tidak mengeluarkan biaya utk memperoleh batubara krn biayanya dikeluarkan oleh Wan Abud..So menurut saya penjualan tadi harusnya diakui sebagai “PENDAPATAN LAIN-LAIN” yang letaknya di Laporan Rugi Laba berada di luar Penjualan.
Wan Abud sudah membayar uang muka kepada GTBO untuk "pembelian" batubara sebesar Rp711,15 milyar untuk jumlah 3 juta metrik ton yang akan ditambang sampai dengan 31 Desember 2014. Dengan pengakuan penerimaan uang muka dari Wan Abud tadi sebagai "Pendapatan Lain2-Sewa Tambang" maka jumlah yg diakui tidak boleh sebesar 100% tapi di split selama masa sewa 36 bulan yaitu sampai dengan 31 Desember 2014. Sewa per bulan Rp711.150.000.000 : 36 bulan = Rp19.754.166.666..jadi kalo yg dicantumin sebagai Pendapatan Lain2 di LK semester I (6 bulan) seharusnya hanya 6 x Rp19.754.166.666 = Rp118.524.999.996,00. Sedangkan sisa uang muka sebesar Rp711.150.000.000,00 - Rp118.524.999.996,00 = Rp592.625.000.000 dicatat sebagai uang muka di neraca. Kesimpulannya penjualannya GTBO kegedean...

Memang bentuk kerjasama antara GTBO dg wan abud tadi masih belum jelas apakah bentuknya kerjasama operasi (KSO), bagi hasil atau sewa masih blm terlalu jelas krn penjelasan di LKnya hanya spt itu, walaupun saya cenderung mengartikan kerjasamanya sbg bentuk sewa. Treatment akuntansinya akan berbeda jika modelnya KSO atau bagi hasil atau bentuk yg lain dan ini yg hrs diperjelas oleh manajemen jangan sampai investor salah mengambil keputusan.

Selain pencatatan penjualan yang tidak tepat, laporan keuangan GTBO semester I 2012 juga tidak mencantumkan pajak penghasilan. GTBO seharusnya sudah bisa menghitung walaupun masih berupa "Taksiran" dan tidak harus menunggu sampai akhir tahun untuk menghitung pajaknya. Laporan keuangan interim (LK triwulan atau LK Semester) bukanlah laporan yang dikecualikan dari penerapan akuntansi pajak penghasilan, oleh sebab itu penyajian laporan keuangan interim juga harus merujuk pada aturan penyajian laporan keuangan. Sehingga kalau ada emiten yg tdk mencantumkan perhitungan pajak penghasilan di LKnya maka dia udah melanggar standar akuntansi...kecuali saya gak mengetahui kalau ternyata ada aturan yg memperbolehkan ya..hehehe. Efek ketidakpatuhan penyajian ini sangat besar pengaruhnya ke pengguna laporan krn itung2annya jadi kacau semua (EPS, PER dan rasio2 keuangan lainnya)..

Kasus GTBO ini seharusnya menjadi peringatan buat otoritas bursa baik BAPEPAM maupun BEI sendiri untuk benar-benar memegang komitmen untuk menjaga kepentingan investor, jangan sampai investor dirugikan karena ketidakpedulian BAPEPAM atau BEI. Kita tunggu apakah ada perbaikan atau kembali adanya pembiaran tentang masalah ini.



Selasa, 10 Juli 2012

Bandar Analisis

Salah satu faktor untuk bisa sukses di bisnis saham adalah memahami analisa baik teknikal maupun fundamental. Tulisan saya sebelumnya udah membahas analisa teknikal menggunakan candlestick (lihat Membaca Alam Pikiran Para Trader Melalui Analisa Teknikal). Sebenarnya masih ada beberapa seri tulisan analisa teknikal yang harus ditulis, tapi ada ide yang muncul duluan di kepala yaitu mengenai bandar analisis..sehingga lanjutan tulisan analisa teknikal nanti menyusul...hehe..

Bandar atau broker yang juga berperan sebagai manajer investasi menjalankan dana yang berasal dari investor yang menyerahkan modalnya untuk dikelola, mempunyai modal besar karena menghimpun dana dalam jumlah besar yang kebanyakan bersumber dari institusi/lembaga seperti dana pensiun, lembaga keuangan, perusahaan-perusahaan yang ingin memutar uangnya di pasar modal selain yang bersumber dari investor ritel. Broker yang beroperasi di pasar modal Indonesia kalo diliat kepemilikannya ada yang asing dan lokal. Bedanya dah ketauan kan..?  kalo broker asing yang punya orang bule atau asia sedangkan kalo yang lokal berarti punya warga negara Indonesia tercinta...

Salah satu cara untuk tetap stay on the market nggak ketinggalan kereta adalah memantau tingkah laku bandar saat mereka trading. Di jaman yang serba canggih ini, maka kita dapat memata-matai gerak-gerik bandar untuk melihat mereka sedang trading saham apa saja, berapa  banyak lot saham tertentu yang udah mereka simpan, berapa harga beli/jual rata-ratanya. Kita dapat memantau pergerakan para bandar ini melalui fasilitas OLT (on line trading). Beberapa sekuritas udah menyediakan fasilitas OLT ini yang memungkinkan kita untuk bertransaksi jual beli saham melalui internet dengan nama sistem yang berbeda-beda seperti :
1. HOTS  milik PT E-Trading Securities,
2. IPOD milik PT Indo Premier Securities,
3. HERO milik PT Kiwoom Securities,
4. Indosuryatrade milik PT Asjaya Indosurya Sekuritas,
5. POEMS milik PT Philips Sekurities Indonesia, dll

Saya akan memberi contoh dengan menggunakan fasilitas yang ada di HOTS. Setelah memasukkan username dan PIN maka akan tampak tampilan awal HOTS. Disitu ada tabs dengan judul "Quote" dan klik menu 0011/Broker Transaction by Stock. Menu ini menampilkan antara lain :
1. Baris pertama berisi nama stock dan periode waktu yang bisa diset sesuai keinginan kita misalnya hari ini saja atau ditarik mundur  sampai beberapa bulan kebelakang,
2. Baris kedua berisi  harga terakhir, perubahan harga dalam rupiah maupun prosentase, volume (lot) dan value (Rp).
3. Baris ketiga berisi nama broker yang pegang saham, informasi buy/sell yang terdiri dari frekuensi transaksi, volume (lot), harga rata2, dan prosentase.

Dari menu Broker Transaction by Stock ini kita akan memperoleh informasi yang bermanfaat buat trading plan kita. Misalnya kita sedang memantau saham PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA). Jika kita set periode waktu untuk tanggal transaksi hari ini saja ( tanggal 10 Juli 2012) maka ketahuan kalo broker PT Deutsche Securities Indonesia dengan kode DB yang merupakan broker asing hari ini akumulasi BUY saham SSIA sebanyak 9.000 lot di harga Rp1.030 tanpa transaksi SELL sama sekali. Urutan kedua ditempati oleh broker PT Kim Eng Securities (Kode ZP) dengan akumulasi BUY sebanyak 5.390 lot dengan harga beli rata-rata sebesar Rp1.037,68 dan SELL sebanyak 145 lot dengan harga jual rata-rata sebesar Rp1.033,10 atau net buy sebanyak 5.245 lot.

Berdasarkan informasi tadi maka kita akan aman jika beli saham SSIA di range harga Rp1.030-Rp1.040, syukur2 bisa dapat dibawah harga pembelian broker tadi. Kita dapat mengeset jangka waktu untuk memperoleh informasi yang lebih akurat misalnya data transaksi selama beberapa hari atau bulan sebelumnya. Informasi tentang gerak-gerik bandar ini akan lebih akurat dengan cara mengkombinasikan dengan analisa teknikal lainnya seperti candlestick, RSI, MACD, Parabolic SAR dll untuk memperoleh sinyal BUY yang aman. Kapan saatnya menjual?...sama seperti saat kita masuk tadi selain sinyal SELL udah muncul maka kita juga bisa melihat pergerakan para bandar tadi yaitu jika hasil pantauan kita ternyata broker DB dan ZP udah mulai buang-buang barang maka kita siap2 untuk menjual.
 
Uraian tadi hanyalah sedikit cara untuk tetap bisa eksis di bisnis saham, dan kunci suksesnya adalah menerapkan dengan disiplin ketat trading plan yang sudah kita buat, baik pada saat membeli, menyimpan dan menjual saham.

Selamat berinvestasi......



Minggu, 08 April 2012

Membaca alam pikiran para trader melalu Analisa Teknikal.....(1)

Ibarat orang yang maju perang, kita harus punya senjata andalan yang akan dipakai untuk melawan musuh dan merebut wilayah yang diduduki musuh. Anda mungkin pernah mengalami atau justru sering mengalami kondisi seperti ini : begitu anda beli saham eh..harga malah langsung turun, masih mendingan kalo penurunannya sebentar terus balik lagi keatas sesuai harapan kita...kalo turunnya tambah dalam maka kerugianlah yang akan kita alami. Atau begitu kita jual, harga malah naik dengan kencangnya persis orang dikejar anjing saking cepatnya...hehehe... Kejadian-kejadian seperti itu bisa terjadi kalau kita tidak mengetahui timing yang tepat untuk entry (beli), hold atau exit (sell). Kalo tentara memakai alat-alat perang yang mematikan, kita cukup memakai Teknikal Analisis (TA) dan Fundamental Analisis (FA) untuk berperang di belantara pasar modal..hehehe...sebenarnya ada satu lagi alat perang yang juga harus dikuasai yaitu Bandar Analisis (BA). Tulisan kali ini saya akan coba untuk menjelaskan beberapa TA yang minimal kita kuasai sehingga kita tidak begitu saja habis dimakan ganasnya pasar modal karena beli di saat saham sudah jenuh beli (overbought) atau jual di saat harga sebenarnya masih bisa naik lebih tinggi lagi sehingga keuntungan yang diperoleh tidak maksimal.

 Ada banyak analisa teknikal yang biasa dipakai oleh para trader dari mulai yang sederhana sampai ke teknik yang rumit antara lain : candlestick, Simple Moving Average (SMA), Moving Average Convergance Divergance (MACD), Relative Strong Index (RSI), Stochastic, Bolinger Band, Parabolic SAR, Standar Deviation dan masih banyak lagi. Kita tidak perlu mengusai semuanya bisa puyeng dan malah gak jadi trading ntar..haha.. Kita cukup menguasai 3-5 tools aja asal kita kuasai dengan benar itu sudah cukup.

 Analisa teknikal diciptakan oleh para penemunya dengan mendasarkan pada pergerakan harga yang mencerminkan psikologi para pelaku pasar modal. Psikologi pelaku pasar yang tamak (greedy) dicerminkan dengan harga saham yang semakin membumbung tinggi karena mereka berlomba-lomba memperoleh saham sehingga mereka berani membeli di harga yang lebih tinggi dari yang lainnya. Sebaliknya ketakutan (fear) dari pelaku pasar tercermin dari harga yang semakin longsor. Adakalanya juga para pelaku pasar modal kebingungan atau menahan diri untuk masuk ke pasar sehingga harga cenderung bergerak mendatar (flast/sideways). Perilaku tersebut bisa kita baca melalui analisa teknikal sehingga kita bisa memutuskan saat yang tepat untuk menjual jika melihat gelagat terjadi jenuh beli atau membeli jika kita liat ada gelagat pasar sudah jenuh jual. Hal tersebut akan membuat kita tidak ketinggalan kereta untuk action sehingga bisa meminimalkan kerugian dan memaksimalkan keuntungan.

 Dalam tulisan seri satu ini, mari kita bahas satu persatu senjata apa yang akan kita pakai, namun tidak semua tools kita bahas cukup hanya 5 tools yaitu :


1. Candlestick


Candlestick atau batang lilin ini paling mudah dibaca dibandingkan grafik bentuk lain seperti bar chart atau line chart. Harga pembukaan, penutupan, harga tertinggi dan harga terendah keliatan dengan sekali pandang. Bentuk, ukuran dan posisi candle stick sangat menentukan apakah harga saham akan naik, turun atau stabil. Warna candle stick yang tampil di fitur On line Trading (OLT) ada beberapa pasangan seperti merah dan biru, merah dan hijau atau hitam dan putih. Warna merah/hitam menunjukkan bearish candle atau harga penutupan di bawah harga pembukaan (harga turun). Sedangkan warna biru/hijau/putih menunjukkan bullish candle atau harga penutupan di atas harga pembukaan (harga naik). Ada puluhan bentuk dan formasi dari candlestick tapi yang utama ada 6 bentuk karena paling mudah diingat yaitu candlestick panjang, candlestick pendek, marubozu, hammer/hanging man, inverted hammer/shooting star.spinning top, doji

Candlestick panjang vs pendek


Candlestick putih dengan body yang panjang mengindikasikan minat beli yang kuat sehingga harga penutupan jauh diatas harga pembukaan. Setelah terbentuknya candlestick putih dan panjang tersebut maka harga penutupannya menjadi level support baru. Kebalikannya adalah candlestick hitam dan panjang yang mengindikasikan tekanan jual yang tinggi atau terjadi panic selling. Harga penutupannya akan menjadi level resisten berikutnya. Sedangkan candlestick dengan body yang pendek mengindikasikan market masih dalam masa konsolidasi dimana harga bergerak dalam range yang sempit.



Marubozu

Variasi bentuk candlestick panjang adalah marubozu yaitu candle panjang tanpa ekor. Marubozu lebih kuat

White Morubozu atau candle dengan badan berwarna putih yang panjang. Sedangkan Black Marubozu adalah candle dengan badan berwarna hitam dan panjang yang mengindikasikan tekanan jual yang kuat sehingga harga penutupan jauh dibawah harga pembukaan. Jika anda menemukan bentuk candle marubozu maka kemungkinan harga akan kembali meneruskan trendnya...artinya jika ada white marubozu maka harga setelah penutupuan hari ini akan cenderung naik lagi meneruskan penguatannya besok pagi. Demikian juga jika anda ketemu black marubozu maka setelah penutupan kemungkinan besar akan terjadi pelemahan. Konfirmasi penguatan/pelemahan tadi akan lebih kuat jika diiikuti dengan volume transaksi yang sangat besar.



Hammer & Hanging Man



Hammer dan Hanging Man merupakan bentuk candle yang mengindikasikan pola reversal atau pembalikan arah. Pada saat terjadi down trend kemudian muncul candle hammer pada dasar lembah maka hal tersebut mengindikasikan terjadinya pola reversal menjadi up trend atau waktunya anda untuk masuk (buy). Demikian juga pada saat terjadi pola bullish maka anda harus siap-siap untuk keluar (sell) begitu muncul hammer hanging man di puncak bukit. Anda tetap harus menunggu konfirmasi munculnya candle berikutnya setelah muncul hammer dan hanging man  untuk meyakinkan pola yang akan yang terjadi.



Candle white/black marubozu yang muncul setelah candle hammer dan hanging man dalam gambar diatas merupakan candle konfirmasi bahwa memang telah terjadi pola reversal.

Hammer dengan ekor panjang menunjukkan bahwa setelah terjadi pola down trend maka di pasar terjadi perlawanan dari buyer sehingga harga yang sebelumnya ditekan sampai jauh di lawan sampai mendekati harga pembukaan. Sedangkan hanging man menunjukkan setelah terjadi rally atau kenaikan harga maka terjadi perlawanan dari trader yang ingin merealisasikan kentungannya (profit taking) sehingga harga akan berbalik turun.


Inverted Hammer & Shooting Star



Inverted hammer dan shooting star merupakan bentuk candle yang mengindikasikan sinyal pembalikan arah, namun untuk action yang akan dilakukan tetap harus menunggu sinyal konfirmasi terlebih dahulu. Inverted hammer yang muncul setelah downtrend yang berkepanjangan mengindikasikan perlawanan dari pasukan banteng yang kuat yang ditunjukkan dengan adanya ekor yang panjang menjulang ke atas walaupun akhirnya ditekan oleh pasukan beruang sehingga harga kembali ditutup di bawah. Apabila keesokan harinya ternyata candle yg terbentuk adalah white candle atau bahkan marubozu maka itu murapakan sinyal konfirmasi buat kita untuk entry.

 Shooting Star atau bintang jatuh yang muncul di puncak bukit yang sedang up trend mengindikasikan usaha para buyer yang rakus dan ingin mengangkat harga ke atas mulai kehilangan tenaganya sehingga harga sempat naik tinggi namun ditekan oleh trader penjual. Sinyal konfirmasi pembalikan arah muncul jika candle berikutnya ditutup lebih rendah dari candle sebelumnya.


Gambar diatas menunjukkan white marubozu yang muncul setelah inverted hammer merupakan sinyal konfirmasi bahwa downtrend telah berakhir dan berbalik menjadi up trend..saatnya anda entry/beli. Demikian juga black candle yang muncul setelah shooting star merupakan sinyal konfirmasi bahwa harga berbalik turun memberitahukan saatnya anda menjual.


Spinning Tops



Spinning top (black/white) menunjukkan market yang tidak jelas atau ketidakjelasan arah pergerakan harga berikutnya. Candle spinning tops dengan ekor yang panjang di atas atau di bawah menunjukkan baik trader panjual dan pembeli tidak ada yang mampu mengangkat atau menjatuhkan harga lebih tinggi atau lebih rendah dimana harga penutupan bergerak tidak terlalu jauh dari harga pembukaan. Namun posisi candle spinning tops bisa diartikan juga sebagai sinyal pembalikan arah. Spinning tops yang muncul setelah adanya pola uptrend yang panjang mengindikasikan kekuatan trader pembeli mulai melemah. Demikian juga spinning tops yang muncul setelah downtrend mengindikasikan kekuatan trader penjual sudah berkurang



Doji

 Doji menunjukkan harga penutupan sama dengan harga pembukaan, artinya baik trader pembeli maupun trader penjual sama-sama tidak mampu mengangkat harga lebih jauh. atau terjadi ketidakpastian dari pasar untuk menentukan arah.



Variasi dari bentuk doji ada berbagai macam seperti long legged doji, dragon fly doji dan gravestone doji dimana ketiga bentuk doji tersebut merupakan sinyal terjadinya pembalikan arah. Jika posisi masing-masing bentuk doji tersebut berada di puncak suatu uptrend, maka  kemunculannya menandakan sinyal pembalikan menjadi downtrend atau sinyal untuk menjual. Demikian juga jika munculnya di bawah atau di dasar fase downtrend, maka hal tersebut merupakan sinyal untuk membeli. Namun tetap harus diliat sinyal konfirmasi sebelum anda mengambil tindakan beli atau jual.




Sebenarnya masih cukup banyak variasi dari candlestick yang terbentuk namun kunci untuk mempelajari atau mengartikan candlestick yang muncul adalah ketekunan untuk terus mengasah kemampuan kita dan mempraktekkannya.

Selamat berinvestasi.......

Jumat, 02 Maret 2012

Ternyata hati nurani itu masih ada




Di ruang sidang pengadilan, seorang hakim duduk tercenung menyimak tuntutan jaksa PU terhadap seorang nenek yang dituduh mencuri singkong. Nenek itu berdalih bahwa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, dan cucunya kelaparan. Namun seorang laki yang merupakan manajer dari PT yang memiliki perkebunan singkong tersebut tetap pada tuntutannya, dg alasan agar menjadi contoh bagi warga lainnya.

Hakim menghela nafas. dan berkata, “Maafkan saya, bu”, katanya sambil memandang nenek itu.

”Saya tak dapat membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum, jadi anda harus dihukum. Saya mendenda anda Rp 1 juta dan jika anda tidak mampu bayar maka anda harus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan jaksa PU”.

Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam. Namun tiba-tiba hakim mencopot topi toganya, membuka dompetnya kemudian mengambil & memasukkan uang Rp 1 juta ke topi toganya serta berkata kepada hadirin yang berada di ruang sidang.

‘Saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan denda kepada tiap orang yang hadir di ruang sidang ini, sebesar Rp 50 ribu, karena menetap di kota ini, dan membiarkan seseorang kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan cucunya.

"Saudara panitera, tolong kumpulkan dendanya dalam topi toga saya ini lalu berikan semua hasilnya kepada terdakwa.”

sebelum palu diketuk nenek itu telah mendapatkan sumbangan uang sebanyak Rp 3,5 juta dan sebagian telah dibayarkan kepanitera pengadilan untuk membayar dendanya, setelah itu dia pulang dengan wajah penuh kebahagian dan haru dengan membawa sisa uang termasuk uang Rp 50 ribu yang dibayarkan oleh manajer PT yang menuntutnya.

Semoga di indonesia banyak hakim-hakim yang berhati mulia seperti ini.

Sabtu, 11 Februari 2012

Investor dadakan alias investor terpaksa

Udah lama nggak posting tentang investasi jadi akhirnya buka-buka buku dan menggali memori untuk bahan postingan...hehe...Bagi orang yang tidak bergelut dan berkutat dengan hal-hal yang berbau investasi, pasar saham, pasar modal, pasar uang dsb sepertinya nggak ngerasain kalo bulan september 2011 kemarin ternyata terjadi huru hara, gonjang-ganjing, badai , tsunami atau apalah namanya yang terjadi di "dunia lain" tadi . Kalo teman-teman yang berada di luar "dunia lain" tadi rasanya dunia berjalan seperti biasanya. Mobil atau motor tambah banyak yang menandakan makin meningkatnya jumlah orang kaya dan juga karena makin gampangnya persyaratan kredit kendaraan bermotor, punya duit Rp500 ribu aja udah bisa bawa pulang motor baru...lumayan bisa buat pulang mudik ntar kalo udah balik gak usah dilunatsi kreditnya biar ditarik oleh dealernya..hehehe...Macet dimana-mana karena orang lebih suka bawa mobil/motor pribadi daripada berjejal-jejal kayak pindang asap di kendaraan umuttttthggm. Tempat rekreasi kalo liburan pada diserbu pengunjung, bioskop juga penuh kalo filmnya ada yang bagus...(tap film hantu, kuntilanak, pocong banyak ditonton juga sih...karena orang Indonesia masih suka ditakut-takuti...hehehe..), mall dan supermarket juga banyak yang belanja atau sekedar cuci mata daripada bengong di rumah. Pokoknya serasa dunia berputar seperti biasanya tidak berubah.

Namun bagi orang-orang yang tinggal dan beraktifitas di "dunia lain" sangat merasakan dampak yang luar biasa dari huru hara yang puncaknya  terjadi pada bulan September 2011 kemarin. Indeks harga saham gabungan atau IHSG anjlok ke titik terendah sepanjang tahun 2011 kemarin dengan penurunan mencapai minus 10,40% dari posisi awal tahun ini. Banyak orang yang kemarin menderita kerugian karena penurunan harga saham yang dimilikinya. Terjadi kepanikan yang luar biasa melihat IHSG yang semakin turun....turun dan semakin tenggelam sehingga orang berbondong-bondong menjual sahamnya untuk mengamankan portofolionya daripada duit modalnya bertambah habis atau malah bangkrut sama sekali. Kepanikan itulah atau istilah kerennya  panic selling yang membuat indeks justru semakin terpuruk.  

Namun tidak semua penghuni "dunia lain" tadi menjual sahamnya, masih ada penghuni yang tetap menjaga dan menahan sahamnya karena mereka berpikir bahwa tidak ada alasan atau belum ada alasan yang kuat untuk menjual sahamnya.  Mereka mengoleksi saham-saham perusahaan yang mempunyai fundamental yang kuat. Mereka inilah yang disebut "investor" yang memegang saham dalam time horizon yang panjang, bisa bulanan bahkan tahunan, sehingga tidak akan terpengaruh akan fluktuasi harga yang saat ini terjadi.  Itulah salah satu keuntungan menjadi investor. Dan saat-saat terjadi panic selling itu justru dimanfaatkan untuk mengambil posisi atau menambah portofolio sahamnya.

Sedangkan buat trader yang disiplin dengan trading plan-nya maka begitu harga saham sudah menembus batas toleransi loss yang telah ditetapkan akan segera melepas/menjual sahamnya. Namun ternyata banyak trader yang tidak disiplin dengan trading plan yang sudah dibuat... disaat harga sudah menembus  batasan stop lossnya, mereka tidak segera cut loss tapi masih mengharap harga tidak turun lagi dan segera mantul kembali keatas, namun ternyata harapan tinggal harapan karena penurunan semakin dalam dan kerugian semakin besar...jadilah mereka sebagai "investor dadakan" yaitu jadi investor karena terpaksa...hehehe....Biasanya setelah jadi investor dadakan mereka baru tanya sana tanya sini bagaimana fundamental perusahaan yang udah terlanjur mereka keep karena harganya turun tadi, bagus nggak bisnisnya? bagaimana prospek usahanya? bagaimana laporan keuangannya? bagaimana rasio-rasio keuangannya? bagaimana manajemennya? de es be...Pertanyaan2 yang seharusnya ditemukan jawabannya sebelum memilih saham, terpaksa deh..pertanyaan tadi baru keluar setelah sahamnya terlanjur dipegang...mau di-cut loss udah kegedean ruginya, mau  di pegang lama gak tahu barang apa yang dipegang, barang busuk atau intan permata?....kan repot kalo seperti itu..


Seorang investor pada saat akan mengambil posisi beli suatu saham mutlak mendasarkan pilihannya pada aspek fundamental suatu emiten dan masuk menggunakan analisa teknikal. Penilaian terhadap fundamental suatu perusahaan yang listing di bursa bisa dilihat dengan menggunakan analisa fundamental yang bersumber dari angka-angka di laporan keuangan emiten. Kalo anda menggunakan fasilitas On Line Trading (OLT) yaitu fasilitas yang memungkinkan anda bebas bertransaksi sendiri via internet seperti IPOT milik Indopremier Securities, HOTS milik eTrading Securities,  HERO milik Kiwoom Securities dll, maka biasanya rasio-rasio untuk keperluan menilai fundamental sudah tersedia. Anda tinggal meng-klik menu yang ada maka OLT tadi akan memunculkan data-data yang anda perlukan, anda tidak perlu repot-repot menghitungnya....Tapi jika broker anda belum mempunyai fasilitas ini, anda bisa juga mengakses situs gratis seperti http://www.ft.com/.  Atau kalo anda mau sedikit repot anda bisa menghitung sendiri dengan menggunakan data yang ada di laporan keuangan emiten.

Apa sajakah yang minimal harus kita analisa  dengan menggunakan analisa fundamental ini?...mari kita bedah satu persatu.

1.  Net Profit Margin (NPM)

Rasio ini menunjukkan tingkat keuntungan bersih yang dapat diperoleh dari setiap rupiah penjualan. NPM dirumuskan dengan membagi laba bersih (net profit) dengan total penjualan atau :

                      Net Profit
           NPM = --------------
                     Total Sales

Semakin besar rasio ini maka akan semakin baik karena menunjukkan perusahaan tersebut efisien. NPM menggunakan laba bersih dalam perhitungannya. Dalam laba bersih di dalamnya termasuk juga pendapatan lain-lain yang bukan berasal dari kegiatan utama perusahaan atau laba luar biasa yang sifatnya eksidentil seperti pendapatan dari penjualan aset, penjualan penyertaan anak perusahaan dsb.

2. Operating Profit Margin (OPM)

Rasio ini hampir sama dengan NPM tetapi perhitungan labanya menggunakan laba usaha (operating profit) sehingga yang diperhitungkan adalah laba yang memang berasal dari kegiatan utama (core business) perusahaan. Justru disinilah kekuatannya karena yang diperhitungkan adalah yang benar-benar berasal dari core business emiten tsb. OPM dirumuskan dengan :

                     Operating Profit
          OPM = --------------------
                        Total Sales

3. Price Earning Ratio (PER)

PER menunjukkan apakah suatu saham dinilai murah atau mahal yaitu dengan membandingkan PER industri sejenis. Harga suatu saham yang murah belum tentu murah secara valuasi jika kita menggunakan PER sebagai acuan, demikian juga sebaliknya harga saham yang mahal justru secara valuasi bisa dianggap lebih murah. Semakin kecil suatu PER maka saham tersebut semakin bagus. PER dihitung dengan rumus :

                                       Harga Saham
           PER = ---------------------------
                    Earning Per Share (EPS)

dimana EPS atau laba per lembar saham adalah Net Profit dibagi jumlah saham beredar.

4. Debt to Equity Ratio (DER)

DER digunakan untuk mengukur seberapa banyak aset yang dibiayai dengan menggunakan hutang dan dirumuskan sbb :

                       Total Debt
            DER = --------------
                         Equity

Semakin rendah DER (dibawah 2%) maka akan semakin bagus karena menunjukkan manajemen bersifat konservatif dalam mengelola keuangannya. DER yang tinggi akan membebani perusahaan dalam jangka panjang. Contoh kasus terbaru berkaitan dengan DER adalah kasus PT Berlian Laju Tangker,Tbk (BLTA). Pada tahun 2010, BLTA memperoleh komitmen pinjaman sebesar US$ 685 juta dari enam bank internasional, rasio utang atas modal PT Berlian Laju Tanker Tbk (BLTA) naik menjadi 247% dibanding posisi sebelum memperoleh komitmen sebesar 236%...suatu hutang yang maha dahsyat dan luar biasa besar yang harus ditanggung perusahaan. Dan akhirnya masalah hutanglah yang akhirnya membuat manajemen BLTA meminta ke Bapepam agar perdagangan sahamnya untuk dihentikan sementara (suspend) menunggu penyelesaian hutangnya dengan para kreditor...dan kecewa beratlah investor yang sudah terlanjur memegang sahamnya karena tidak dapat memperdagangkan kembali sahamnya.  Kalo investor yang jeli tentu sudah melihat alarm bahaya dan akan menghindari saham BLTA karena DER yang sangat tinggi tersebut.

5. Pertumbuhan aset, penjualan, laba usaha dan laba bersih

Kita tentunya menginginkan emiten yang akan kita beli sahamnya terus mengalami pertumbuhan yang signifikan. Pertumbuhan penjualan, laba usaha dan laba bersih yang terus meningkat menunjukkan bahwa perusahaan sedang berkembang. Penilaian dilakukan dengan membandingkan keempat point tersebut dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Misalnya penjualan semester I Tahun 2011 dibandingkan dengan periode yang sama Tahun 2010. Jangan membandingkan penjualan dalam periode tertentu dengan periode sebelumnya dalam tahun yang sama, misalnya membandingkan penjualan triwulan II dengan triwulan 1 tahun yang sama karena hasilnya akan bias atau tidak apple to apple. Mengapa..? karena effort atau sumber daya yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan pendapatan dalam periode tersebut tidak sama.

Masih banyak sebenarnya indikator untuk menilai fundamental suatu emiten baik dari sisi internal maupun faktor eksternal seperti kebijakan pemerintah, potensi pasar, perkembangan komoditas dunia dll. Namun dengan beberapa indikator seperti di jelaskan di atas sudah cukup sebagai bahan untuk menyortir emiten yang akan kita beli. Tinggal menentukan kapan saat entry yaitu dengan menggunakan analisa teknikal yang akan kita bahas di lain kesempatan...selamat berinvestasi